Senin, 11 Agustus 2008

Kisah Sukses Penggemukan Domba

" Saudaraku, setelah membaca artikel di bawah yang saya ambil dari http://tanimerdeka.com ternyata memberi gambaran baru ternyata tidak semua peternakan domba identik dengan bau, dan itu telah dibuktikan oleh bapak H. Bunyamin, ingin tahu lebih lengkap silahkan baca sampai selesai…dan semoga bermanfaat. "
Menggemukkan Domba Dengan “Tawakkal”
Usaha penggemukan domba milik H Bunyamin selalu diminati konsumen. Kuncinya, domba harus berpenampilan sehat dan bersih.

Desa Cimande, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, kini tidak saja dikenal sebagai tempat dukun patah tulang dan perguruan silat, tapi juga sentra peternakan domba. Predikat sebagai daerah peternakan domba itu muncul setelah Haji Bunyamin mendirikan “Tawakkal Farm”, sebuah usaha penggemukan domba sejak 1993.

Begitu memasuki mulut desa Cimande, setiap pengunjung atau tamu dengan mudah mencari sang peternak, karena nama Haji Haji Bunyamin sudah begitu dikenal oleh tukang ojek yang mangkal di sana. Peternakan yang dirintis oleh Haji Bunyamin mulai dari usaha kecil-jecilan itu, kini telah berkembang cukup pesat. Di sana sekarang terdapat 1.200 ekor domba, yang ditempatkan dalam lima kandang kayu. Semua kandang terawat bersih, bahkan tidak tercium bau domba.

Bunyamin biasa menerima para tamu di sebuah kamar sekaligus tempatnya bekerja, yang berada persis di depan kandang domba. Para tamu yang berkunjung ke sana datang dari berbagai kalangan. Mahasiswa jurusan peternakan Universitas Padjajaran dan Institut Pertanian Bogor (IPB) misalnya, sering kali menjadikan peternakan Bunyamin ini sebagai tempat magang. Begitu pula para karyawan yang memasuki masa pensiun, seperti karyawan Bank Indonesia dan BRI, sengaja datang untuk mempelajari cara beternak domba sebagai persiapan usaha bila masa pensiun tiba.

“Tapi saya sendiri tidak punya ilmunya. Saya hanya tukang angon,“ kata Bunyamin merendah. Domba-domba hasil penggemukan Bunyamin memang sudah dikenal, bukan saja di Bogor tapi hingga ke wilayah Tangerang dan Jakarta. Biasanya domba-domba itu masuk ke restoran untuk sop atau sate, dan juga untuk kurban pada hari raya Idul Adha.

Untuk restoran di kawasan Ciawi hingga Puncak saja, terdapat 32 rumah makan yang menyediakan sop dan sate kambing. Menurut survei yang dilakukan Haji Kadir, seorang pemilik rumah makan khusus menyediakan sop dan sate di Cisarua, untuk kebutuhan seluruh rumah makan di kawasan itu dibutuhkan 560 ekor domba setiap hari atau 560 ekor dalam seminggu. Rumah makan milik Haji Kadir saja membutuhkan delapan ekor domba per hari, dan kalau malam minggu bisa sampai 14 ekor.

“Untuk memebuhi kebutuhan rumah makan dari pasar Ciawi sampai Puncak saja saya tidak sanggup. Kesanggupan saya paling hanya dua hari dalam seminggu,”aku Bunyamin. Harga per kilo domba Rp 17.500. Namun, memasuki bulan haji bisa melonjak sampai Rp 25 ribu per kilo. Di tingkat peternak, domba memang dihitung kiloan.

Meski sudah 14 tahun menggeluti usaha penggemukan domba, Bunyamin merasa masih belum pantas disebut sebagai peternak domba yang sukses. Baginya, peternak yang sukses salah satu persayaratannya harus sudah punya lahan sendiri, tempat menanam rumput sebagai makanan utama domba.

Untuk saat ini guna memenuhi kebutuhan pakan domba-dombanya, Bunyamin masih harus mencari rumput ke kawasan lain di sekitar Cimande. Tapi, saat musim kemarau lokasi tempat pengambilan rumput semakin jauh, sehingga harus menambah beban transportasi. Setidaknya, dalam sehari, 120 karung rumput harus disediakan untuk semua dombanya, yang diberi makan sebanyak dua kali, pagi dan sore.

Tidak heran bila domba-domba milik Bunyamin tampak sehat. Bulu-bulu dombanya tidak dibiarkan tumbuh tak terawat. Ketika domba dari warga yang dibelinya masuk ke peternakan, harus dicukur biar bersih. Kukunya dipotong secara berkala. Obat cacing juga rutin diberikan untuk membersihkan isi perutnya. Sebab, menurut pensiunan pegawai negeri sipil di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor ini, hampir semua kambing yang dipelihara warga pasti terkena penyakit cacing.

Domba yang sehat dan terawat adalah daya tarik tersendiri bagi konsumen. “Mereka akan merasa puas dengan domba seperti ini, “ kata lelaki kelahiran Cianjur, Jawa Barat, 2 Mei 1956 ini. Apalagi bila melihat domba Garut atau sering disebut domba tangkas yang khusus untuk domba adu. Harga bibitnya saja bisa mencapai Rp 3 juta. Di peternakan milik Bunyamin, harga domba Garut ditentukan oleh “tongkrongannya”. Artinya, kalau penampilannya bagus dan bersih harga seekor domba Garut bisa mencapai Rp 15 juta.

Keberhasilan Bunyamin menggeluti usaha penggemukan domba, bermula dari hobi memelihara domba. Ketika itu pada 1990, Bunyamin memelihara enam ekor domba di belakang rumahnya. Ketika lebaran haji tiba, dia memotong tiga ekor dan menjual tiga ekor lainnya. Rupanya, penjualan tiga ekor ini memberi keuntungan lumayan, sehingga terpikir olehnya untuk meneruskan usaha jual beli domba.

Akhirnya, pada 1993, Bunyamin mendirikan Tawakkal Farm. Untuk tempat pemeliharaannya Bunyamin membeli lahan secara mencicil, tak jauh dari rumahnya yang kini dijadikan kandang sekaligus tempat tinggal 20 orang karyawannya.

Namun di tengah keberhasilan itu, Bunyamin sebenarnya memiliki trauma dalam usaha peternakan. Kisahnya terjadi antara tahun 1982 hingga1987, ayah seorang putera membuka usaha ayam potong. Jumlah ayam potongnya saat itu mencapai 110 ribu ekor. Hingga 1985 usahanya itu terbilang sukses, sehingga Bunyamin berhasil membeli dua truk dan sebuah kendaraan pick-up untuk keperluan angkutan ternak dan lainnya.

Tapi, tatkala memasuki 1986, harga pakan ayam mulai naik, sementara harga jual ayam potong di pasar setiap kali panen justeru anjlok. Akibatnya, biaya produksi tidak tertutupi oleh penghasilan. Pada saat yang sama dia juga harus bersaing dengan pengusaha ayam potong kelas konglomerat yang memiliki peralatan dan modal kuat. “Akhirnya saya bangkrut,” cerita Bunyamin mengenai masa lalunya itu. Dua buah truk dan seluruh angkutan, serta semua peralatan peternakan ludes dijual.Bunyamin menyebut kejatuhan atau kebangkrutan itu dengan sebutan “dipatok ayam”.

Masih beruntung saat itu Bunyamin tidak punya utang. Sementara ada kawan-kawannya sesama peternak ayam potong lebih tragis lagi. Menurut cerita Bunyamin, ada peternak ayam potong mati mendadak karena kaget, dan ada pula yang harus menjual rumah tinggalnya, dan pindah ke gubuk yang sebelumnya digunakan untuk beternak ayam.

Pengalaman menyakitkan itu membuat Bunyamin makin awas dalam memilih jenis ternak untuk usaha. Dia pun kemudian memilih usaha penggemukan domba. Karena, dia yakin, domba akan memberinya keberuntungan. “Sebab harganya stabil,” katanya optimistis. Mudah-mudahan.

Bila Musim Haji Tiba

Lebaran haji adalah masa panen buat pengusaha peternakan domba, seperti Bunyamin. Sebab, pada Hari Raya Kurban itu seluruh isi kandangnya akan terjual habis. Bahkan, 20 hari menjelang lebaran haji, seluruh dombanya sudah bukan milik dia lagi alias sudah dipesan orang. Malahan, ketika Tani Merdeka berkunjung ke peternakanya tiga minggu menjelang puasa, ada 563 domba yang sudah dipesan untuk kebutuhan Idul Adha. Itu berarti setengah dari isi kandangnya, sudah dipastikan berpindah tangan ke konsumen.

Para pemesan itu tak lain para pelanggan tetap Bunyamin. Mareka adalah para pedagang domba dan kambing asal Jakarta. Juga, mesjid-mesjid atau institusi yang sudah terbiasa memesan domba kurban kepadanya, seperti Kawasan Berikat Nusantara (KBN) di Jakarta Utara yang sudah empat tahun berlangganana domba Bunyamin. Tidak ketinggalan Keluarga Cendana, setiap kurban memesan 200 ekor darinya.

Bunyamin memang bukan satu-satunya pemilik usaha penggemukkan domba untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Dan, Bunyamin mengaku tak mungkin bisa memenuhi kebutuhan pasar yang demikian besar. “Setiap lebaran haji, saya masih kekurangan 12 mobil boks domba,” katanya. Setiap mobil box berisi 40 ekor domba. Artinya, untuk memenuhi kebutuhan itu para konsumen harus mencari ke usaha peternakan lain.

Nah, untuk mengantisipasi permintaan pasar yang terus menanjak, Bunyamin akhirnya harus bekerjasama dengan orang lain. Salah satu diantaranya, seorang pejabat polisi yang kini sedang berdinas di Sulawsi Utara. Polisi yang pernah dinas di Bogor ini menitipkan ratusan domba kepada Bunyamin untuk dipelihara. Bila musim haji tiba, Bunyamin pun ikut membantu menjualkannya.

Sebagai pengusaha peternakan yang sukses kini Bunyamin punya obsesi untuk menjadikan Desa Cimande sebagai sentra domba terbesar di Jawa Barat. Dia sudah mulai melangkah kearah itu. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memberi kesempatan warga memelihara enam ekor domba. Bila sudah cukup umur, lima domba diambil oleh Bunyamin, dan satu ekor lagi menjadi milik warga. “Mereka boleh memilih domba yang mereka sukai, “ ujar Bunyamin. Ini namanya usaha untuk kemajuan bersama.(Imam Firdaus)

foto : Mustafa Kemal

Puluhan Sapi Mati Mendadak

Senin, 28-07-2008
Sejumlah peternak di Kelurahan Pembuang I Kabupaten Seruyan sepekan terakhir dibuat cemas lantaran sapi mereka tiba-tiba mati setelah terserang demam. Warga panik karena khawatir kejadian tersebut meluas sehingga sapi yang mati terus bertambah

Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kalteng, Tute Lelo yang dihubungi kemarin membenarkan kejadian tersebut. Berdasarkan laporan yang diterimanya, ternak yang mati itu positif terserang penyakit BEF (Bovine Ephemeral Fever) yang dapat dengan mudah menyebabkan ternak mati. Belum diketahui pasti jumlah ternak yang mati, namun dia tidak menampik informasi jumlah ternak yang mati mencapai belasan bahkan lebih dari dua puluh ekor.

“Kami telah menurunkan tim untuk menangani serangan penyakit itu dan melokalisir daerahnya agar tidak meluas. Kami juga minta warga sekitar tetap mewaspadai ternaknya dengan menjaga kebersihan ternak dan kandang,” katanya. Penyakit BEF biasanya mulai menjangkit menjelang pergantian musim (pancaroba) dari musim penghujan ke kemarau seperti saat ini. Gejalanya, sapi yang terserang virus BEF akan mengalami demam dengan suhu tinggi, kaki gemetar dan pincang hingga lumpuh, dari mulut dan hidung keluar lendir. Selain nafsu makan menurun, kondisi fisik sapi menurun, malas bergerak, dan terserang diare.

Harijo, peternak di Sampit mengatakan musim pancaroba sangat rentan munculnya penyakit. Kebersihan ternak harus benar-benar diperhatikan sehingga daya tahan tubuhnya kuat. (mgb@ http://www.banjarmasinpost.co.id )

Kamis, 07 Agustus 2008

Harga Daging Hewan Ternak "NAIK" menjelang Puasa

Berdasarkan pengalaman pada bulan puasa 1428H tahun lalu, kemungkinan harga sembako juga akan naik khususnya harga daging ternak, jadi tidak ada salahnya kita baca berita sekali lagi seperti dibawah ini :
Puasa, Harga Sembako di Jatim Naik- Kapanlagi[dot]com-
Menjelang bulan puasa 1428 H beberapa harga kebutuhan bahan pokok di beberapa pasar tradisional Jatim, khususnya Surabaya mulai merangkak naik.

Bulan lalu, misalnya, harga telur ayam ras masih berkisar Rp9.000/kg, kini naik menjadi Rp10.000-Rp11.000/kg, harga kacang tanah sebelumya Rp10.000/kg menjadi Rp11.000/kg, dan tepung terigu segitiga biru naik dari Rp4.700/kg menjadi Rp 5.200/kg.

Sementara harga minyak goreng curah justru turun dari Rp9.500/kg menjadi Rp8.900/kg.

Kasubdin Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim, Drs Habib Affandi di Surabaya, Senin, mengatakan, setiap tahun menjelang puasa hingga lebaran harga beberapa komoditi bahan pokok dipastikan naik, karena di hari-hari tersebut kebutuhan masyarakat meningkat.

Kenaikan harga ketiga komoditi bahan pokok itu masih dalam batas kewajaran dan belum sampai "meresahkan". Untuk itu, masyarakat diharapkan jangan resah dan membeli barang yang berlebihan.

Pemerintah terus memantau perkembangan harga komoditi bahan pokok di pasar-pasar tradisional di Jatim, katanya berharap.

Salah seorang pedagang pracangan di pasar tradisional Wonokromo DTC Surabaya, Mujiati mengemukakan, kenaikan beberapa komoditi bahan pokok sudah berlangsung sejak pekan ketiga Agustus lalu.

Kenaikannya tidak begitu besar, seperti tepung terigu cuma naik antara Rp300-Rp500/kg, sedangkan telur ayam ras dan kacang tanah naiknya Rp1.000/kg. Untuk itu, ia berharap, kepada pemerintah agar cepat turun tangan mengambil kebijakan, guna mengerem kenaikan harga tersebut.

Berikut data harga kebutuhan bahan pokok di tingkat eceran dari Disperindag Jatim dan hasil pantauan di beberapa pasar tradisional Surabaya. Yakni Pasar Genteng, Pasar Winokromo DTC, dan Pasar Pucang pada 3 September 2007.

Beras kualitas baik organik Rp8.000/kg, bengawan kepala, pandanwangi dan jawa mentik Rp Rp5.400-5.700/kg, bengawan super Rp5.500/kg, bengawan spesial Rp5.400/kg, bramo Rp5.100/kg, beras kelas midium IR 64 Rp4.400-Rp4.600/kg, beras ek Dolog Rp4.000-4.200/kg, beras ketan kualitas baik Rp9.000/kg.

Sementara gabah kering giling Rp2.600/kg, gabah kering sawah Rp2.100/kg, tepung terigu segi tiga biru Rp5.000/kg, jagung pipilan kering Rp3.000/kg, jagung berasan Rp3.500/kg serta ubi kayu basah Rp1.700/kg.

Gula pasir lokal Rp6.000/kg, gula pasir impor Rp6.000/kg, gula-Ku Rp6.400-6.500/kg, gula merah Rp7.200/kg, minyak goreng curah kualitas I Rp9.500, kualitas II Rp8.900/kg, minyak tanah Rp2.500-2.600/liter, garam bataan Rp350/250 garam hancur beryodium Rp1.400/kg.

Daging sapi kualitas I Rp45.000-Rp47.000/kg, kualitas II Rp43.000/kg, daging kambing Rp40.000/kg, daging ayam ras Rp16.000/kg, daging ayam kampung Rp19.000-Rp24.000/ekor, telur ras Rp10.000-Rp 11.000/kg, telur ayam kampung Rp21.000/kg, telur burung puyuh Rp14.000/kg, ikan asin teri Rp27.000-Rp29.000/kg, ikan bandeng Rp17.000/kg dan udang putih Rp30.000/kg.

Harga kelompok komoditi sayuran seperti bawang merah kualitas super Rp4.500/kg, kualitas II atau B Rp3.000-Rp4.000/kg, bawang putih kating Rp5.000/kg, bawang putih sinco Rp4.750/kg, cabai merah besar keriting Rp11.000/kg, cabai merah biasa Rp10.000/kg, cabai rawit Rp8.000/kg, kentang Rp4.000/kg, wortel Rp3.500/kg, tomat Rp3.500/kg, kubis Rp1.750/kg.

Sedangkan harga kacang tanah Rp11.000/kg, kacang hijau Rp7.500/kg, kedelai lokal Rp4.600/kg, kedelai impor Rp5.000/kg, apel merah impor Rp14.000/kg, pisang ambon Rp8.500/sisir, dan pepaya Rp2.000/kg serta buah kelapa Rp3.000/biji sedangkan untuk kelapa muda Rp4.500-Rp6.000/kg. selesai

© 2008 Maju Ternak Indonesia |  Created  by Tio