Minggu, 04 Mei 2008

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL (bag 1)

Prof. Dr. Ir. Ahmad Suryana, MS
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian

1. Ringkasan

Berbagai lapisan masyarakat Indonesia sangat membutuhkan pangan hewani guna mendapatkan generasi bangsa yang sehat dan cerdas. Akan tetapi ketersediaan pangan hewani ini sangat ditentukan pula oleh tingkat pendapatan masyarakat dan kesadaran akan gizi yang baik. Dari berbagai jenis pangan hewani asal peternakan, maka negara Indonesia sudah dapat berswasembada untuk telur dan daging ayam broiler, akan tetapi belum dapat mencukupi kebutuhan akan pangan hewani asal daging sapi dan susu.

Apresiasi masyarakat terhada pangan hewani asal ternak cukup tinggi, walaupun secara umum masyarakat Indonesia baru dapat memenuhi 69,8% dari kebutuhan protein hewani. Berbagai strategi untuk meningkatkan kesediaan pangan hewani asal ternak telah pula dilakukan. Sementara ini, telah tersedia beragam rakitan teknologi dari Badan Litbang Pertanian menyangkut aspek budidaya peternakan dan pencegahan penyakit hewan serta pengolahan produk pangan hewani yang aman dan halal. Implementasi rakitan teknologi di masyarakat luas diharapkan dapat membantu penyediaan pangan hewani asal ternak.
Kata kunci : peternakan, teknologi, pengolahan.


2.Pendahuluan

Populasi penduduk Indonesia yang sekitar 220 juta orang memerlukan kesediaan pangan hewani bermutu tinggi, halal dan aman dikonsumsi. Rataan konsumsi pangan hewani asal daging, susu dan telur masyarakat Indonesia adalah 4,1; 1,8 dan 0,3 gram/kapita/hari (Direktorat Jendral Peternakan, 2006). Angka angka tersebut barangkali jauh lebih rendah dari angka konsumsi standar Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (LIPI, 1989) yaitu sebanyak 6 gram/kapita/hari atau setara dengan 10,3 kg daging/kapita/tahun, 6,5 kg telur /kapita/tahun, dan 7,2 kg susu/kapita/tahun (Direktorat Jendral Peternakan, 2006).

Konsumsi pangan asal hewani akan meningkat sejalan dengan membaiknya keadaan ekonomi masyrakat maupun meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi baik. Di antara ketiga jenis pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu), sejak tahun 1955 Indonesia sudah mampu berswasembada telur dan daging ayam, akan tetapi sampai dewasa ini kita belum untuk daging sapi dan susu.

Secara Nasional, produksi telur ayam didukung oleh industri unggas swasta dari ras petelur yang sebagian dicukupi oleh telur ayam buras maupun telur itik, berturutturut adalah 751,1 ; 181,1 dan 201,7 ton (Direktorat Jendral Peternakan, 2006). Tidak demikian halnya dengan kesediaan susu, dimana dari konsumsi susu nasional yang sebesar 4-4,5 juta liter/hari, produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 30% saja (1,2 juta liter/hari). Produksi susu dalam negeri tersebut terutama dipenuhi dari industri persusuan Nasional berlokasi di Jawa Barat (450 ton), Jawa Tengah (110 ton) dan Jawa Timur (510 ton), sementara sisanya masih harus diimpor dari luar negeri.

Diantara pangan hewani asal daging, maka sebagian besar masyarakat Indonesia mengandalkan pada penyediaan daging unggas (ayam dan itik), daging sapi, kerbau dan babi. Kesediaan daging unggas dari broiler (955.756 ton) sudah mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat luas, sedangkan populasi ayam lokal sejumlah 298,4 juta ekor, mempunyai produksi sekitar + 322.8 ribu ton. Populasi sapi potong yang 11 juta ekor hanya memenuhi produksi daging sapi nasional sebesar 306 ribu ton (pemotongan sekitar 1,5 juta ekor/tahun) atau baru memenuhi 70% dari kebutuhan nasional. Sehingga pemerintah masih memerlukan importasi bakalan sapi potong sejumlah 408 ribu ekor/tahun (setara dengan 56 ribu ton). Pada tahun 2005 importasi daging (terdiri dari daging sapi, kambing, domba, ayam dan babi, termasuk hati dan jeroan sapi) mencapai 634.315 ton dan produk susu mencapai 173.084 ton, belum lagi mentega (60.176 ton), keju (9.883 ton), sedikit telur dan yoghurt (Direktorat Jendral Peternakan, 2006). Besarnya importasi bakalan sapi potong tentu saja akan sangat menguras devisa negara dan membuat ketergantungan pada pihak luar.

Stimulasi produktivitas ternak dapat ditingkatkan melalui implementasi kebijakan pemerintah untuk mendukung pengembangan sistem produksi ternak maupun dengan perakitan inovasi teknologi yang sesuai. Inovasi teknologi, selain menyangkut produktivitas ternak, juga harus menyentuh aspek penangan kesehatan hewan maupun pengolahan produk ternak yang aman dan halal. Naskah ini akan menyampaikan dukungan teknologi Badan Litbang Pertanian guna penyediaan produk pangan asal peternakan dan asal peternakan, yaitu daging, telur dan susu.

bersambung ke bag. 2 ......

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda


© 2008 Maju Ternak Indonesia |  Created  by Tio